buka hatimu

Pages

Selasa, 11 Desember 2012

Ayat Rindu Untuk Ibunda Tersayang



Ayat Rindu untuk Ibunda Tersayang

“ Eyang nanti kalau Ibu mau pergi lagi aku jangan di bondho[1] ya..?”
           
            Gembiaranya hati ketika mendengar kabar bahwa ibu yang dirindukan selama ini akan pulang, tingkahnya setiap hari menarik perhatian semua orang untuk memahami kebahagiaanya bahwa ibu yang ia rindukan selama ini akan datang. Dengan bangganya ia kabarkan kepada siapa saja tak perduli  tetangga atau orang yang sedang melintas di jalan depan rumahnya  ia selalu meneriakinya dengan mengatakan bahwa ibuku akan pulang, ibuku akan pulang, ibu yang menjadi kebanggaannya.
            “ Kalau Ibu pulang nanti aku mau die..m saja, Bayu mau tahu apakah Ibu masih mengenaliku atau tidak.?” Ungkap bocah kecil itu yang baru berusia tiga tahun berbicara di telpon dengan ibunya tercinta.
            Sang ibu hanya menanggapinya dengan senyum dan tawa, keharuan yang telah lama menyimpan rindu pada bocah yang selama ini ditinggalkannya, Bayu ia tinggalkan saat ia masih berusia tujuh bulan, seorang bocah yang belum tahu apa-apa kecuali menangis dan tertawa sambil mengucap kata papapapapa  dan mamamamama.
 Ia pun menangis ketika teringat akan seorang lelaki yang menjadi bapak dari anaknya tak perduli lagi dengannya, lelaki itu pun tak mau tahu ketika ia mengabarkan bahwa anakmu sudah besar dan selalu menanyakan tentang bapaknya, pulanglah.., namun lelaki itu tidak perduli dengan ungkapan istrinya, malah ia  mengabarkan dengan berterus terang bahwa ia akan kawin lagi dengan wanita lain di negri Malaysia. 
" Apakah Bayu tak punya bapak..? Kok Bayu tak pernah lihat Bapak, Temen-temen Bayu kok semua punya bapak semua ya Bu.., kok Bayu gak punya..?"
            Hati wanita itu hancur, setiap kali mendengar si kecil berbicara di telepon,  namun sehancur-hancurnya hati masih ada seorang yang menjadi tempat untuk menumpahkan rindunya selama ini, ia itu Bayu yang lucu yang telah tumbuh besar bersama rawatan sang eyang dirumahnya.
            Tiga tahun kini telah berlalu bersama itulah waktu membesarkan Bayu, ia tumbuh besar dari belaian kasih sayang seorang eyang, tanpa sepengetahuan ibunya ia tumbuh menjadi seorang anak yang cerdik yang membuat senang semua orang dengan tingkahnya yang lucu dan membuat tertawa orang.
            Rindu seolah tak tertahan lagi, beberapa hari lalu sebelum ia pulang ia telah  mempersiapkan hadiah kejutan untuk Bayu tersayang,  sebuah maianan yang tak pernah ada di kampungnya yang masih udik, mainan pesawat terbang, mobil tamia yang bisa loncat, baju-baju baru telah di belinya sebagai hadiah untuk sikecil.
            ***
            Wanita tua dengan deraian air mata memeluk tubuh anak perempuannya yag baru tiba, tangisnya pecah bersama kerinduannya yang tertahan, tangisan haru bercampur kebahagiaan ketika melihat anaknya pulang.
            Semantara seorang bocah kecil duduk diam di atas kursi, bibirnya terkunci rapat, tangannya dilipat di atas dada, matanya lirik sana lirik sisni tak jelas apa yang dilihatnya. Sudah menjadi niatnya untuk diam, hanya ingin tahu apakah ibu masih mengenalinya atau tidak.
            “ Ini siapa..?” Tanya wanita itu yang mendekat padanya.
Bocah itu hanya tersenyum sambil memalingkan wajah, pura-pura jual mahal ketika ia tahu siapa wanita yang sedang menyapanya.
            “ Ini Bayu ya..?”
            Senyum bocah itu tak dapat ia sembunyikan lagi, ia tersenyum, tersenyum dan bahkan tertawa, sebelum ahirnya tangisannya pecah didalam gendongan sang ibu. Rasa rindu yang selama ini ia tahan di ungkapnya dengan air mata, Bayu menangis di pelukan ibu, begitu pun wanita itu ia menangis ketika sikecil yang ia tinggal dulu kini sudah besar di peluknya.
            Bahagianya Bayu ketika melihat ibu telah pulang, hampir setiap langkah ibu kemana ia pergi ia selalu membuntutinya, tak pernah melepaskan bayangan ibu dari ekor matanya yang terus memperhatikannya. Ibuku cantik ya.., ungkap Bayu pada semua orang.
            Siapa saja yang datang kerumahnya maka sambutan Bayulah yang pertama akan menyambutnya, ia pamerkan kepada siapa saja tentang apa yang ia punya dan menjadi kebanggaanya, ia itu IBU. Ibuku dah pulang, itulah kalimat sambutan pada siapa saja yang datang kerumahnya, bahkan orang-orang yang hanya lewat di depan rumah pun ia teriaki dengan mengabarkan bahwa ibunya telah pulang.
            Namun kebersamaan itu hanya dalam waktu 21 hari saja, ibu harus pergi mengais rezeki di negri orang. Rasa rindu rasanya belum tuntas, Bayu harus kehilangan ibu lagi.
            “ Eyang nanti kalau Ibu pergi lagi Bayu jangan di bondho ya..,” Ucap Bayu dihadapan semua keluarga yang saat itu sedang berkumpul di ruang tamu.
            Eyang pun menanggapinya dengan tertawa saja melihat tingkah cucunya yang menggemaskan namun dalam menyentuh hati.
Tepat dihari ke 21 sebuah mobil telah menunggu didepan rumah, tas dan koper telah diusung masuk kedalam mobil, Bayu tahu bahwa hari ini ibunya akan pergi lagi, Bayu mulai menitikkan air matanya di dalam gendongan eyang.
            Di iringi tangis sang anak ibu itu berpamitan pergi, tiba-tiba Bayu menangis histeris ketika ia melihat ibunya benar-benar akan pergi, eyang yang menggendongnya tak mampu lagi menahannya, tubuh Bayu terlepas dari gendongan dan terguling-guling ditanah, siapa saja yang menggendongnya tak membuat tangisan histeris itu mereda.
            Dengan perasaan berkecamuk wanita itu meraih Bayu dan dipeluknya dalam gendongannya, bocah itu tenang ketika ia sadari siapa yang telah menggendongnya, dalam isak Bayu mendekap tubuh ibunya rapat-rapat seolah tak ingin melepaskannya.
            Tapi tiba-tiba tangan lain meraihnya, tangis Bayu kembali pecah ketika eyang menariknya dari gendongan ibu.
            “ Pergilah Nak..,” Ucap wanita tua itu pada anak perempuannya.
            Wanita itu pun berlalu bersama mobil yang membawanya pergi, di iringi tangis Bayu yang tak henti-henti menangis, menangis dan terus menangis. Hingga tangisan itu surut ketika ia tak punya tenaga lagi untuk menangis, tubuh Bayu lemah dan suhu badannya tinggi, Bayu dilarikan ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan pertolongan.
            Dua hari kemudian kesehatan Bayu pulih kembali, bahkan ia lupa dengan tangisnya kemaren, sehingga ia tak pernah menangis lagi keika mengingat ibunya.
            Namun Bayu selalu melamun dalam diam, seperti ada sesuatu yang tak bisa ia ungkapkan, bocah itu selalu membawa photo ibunya kemana saja ia pergi, makan, mandi, keluar rumah, poto itu selalu ia bawa kesana kemari, bahkan tidur pun poto itu di bawanya dalam pelukannya.
            Maian pesawat terbang yang bisa terbang itu pun tak menarik lagi perhatiaannya, mobil tamia yang bisa loncat, boneka kucing yang bisa goyang-goyang pun tak diliriknya lagi. Buatnya memandang poto ibu adalah suatu hal yang bisa membuatnya senang.
            “ Eyang.., besok Bayu mau jemput ibu pulang. Bayu mau ikut pindah sama Ibu. Ibu punya rumah baru Eyang..,”
            “ Iya” Eyang itu menimpali ucapan cucunya, baginya ucapan Bayu adalah hal wajar saja yang di ucapkan oleh anak kecil yang masih polos.
            “ Ibu cantik ya Eyang,” Ucap Bayu setiap kali memandang poto ibu yang selalu ia bawa kemana-mana.
            “ Besok Bayu mau jemput Ibu Eyang.., Bayu mau pindah kerumah baru Ibu.” Ucap Bayu untuk kesekian kali.
            Sang eyang pun menggendong cucunya ia tahu akan perasaan Bayu yang baru mengenal ibu sudah di tinggalkannya lagi, kangen Bayu belum sembuh tapi jarak kini telah memisahkannya lagi.
            Di hari kemudian Bayu mengalami panas lagi, suhu tubuhnya tiba-tiba panas tinggi, Bayu harus dirawat dirumah sakit ketika mantri setempat tak sanggup lagi menangani kasus Bayu, hingga panas di tubuh itu membuat Bayu bocah kecil itu tak sadarkan diri.
            Dalam perjalanan menuju rumah sakit Bayu masih belum sadar dalam dekapan eyang, sesekali wanita tua itu menepuk nepuk pipi Bayu, dibangunkan dan didudukkan tubuh Bayu.
           " Bangunlah Bayu.., ini Eyang..., buka matamu sayang..., ayo.. ayo.. lihatlah ini Eyang Nak..," Di guncang guncangnya tubuh Bayu, namun bocah itu tetap saja diam.
            Dibukanya baju yang dikenakan oleh Bayu, supaya panas tubuhnya dapat berkurang dengan menelanjangi bocah tersebut. namun tubuh Bayu tetap tak bergerak dan tubuhnya  kian pucat, suhu tubuh yang panas tiba-tiba berubah menjadi dingin dan dingin, nafasnya pun seperti telah terhenti. Eyang menjerit ketika ia dapati cucunya tak bernafas lagi. Seketika itu pula kendaraan yang membawanya terhenti seiring jeritan semua orang yang ikut serta dalam membawa Bayu menuju rumah sakit. Bayu telah pergi membawa kerinduannya yang tak terobati.
***
           
            “ Buk.., kalau Ibu pulang nanti Bayu mau diem.. saja. Bayu mau tahu apakah Ibu masih mengenali Bayu atau tidak.?”
******
Jam sebilan pagi sebuah pesan aku dapatka di jalur LINE yang aku punya, pesannya disaat itu juga temanku yang bernama Yunita memintaku untuk menghubungi nomor kakaknya, ia bilang anaknya sedang dibawa kerumah sakit dalam keadaan pinsan, keluarga tak memberinya jawaban pasti akan keadaan anaknya mereka meminta Yunita untuk menelpon besok saja karena Bayu belum bisa diajak ngomong jelasnya.
Dengan segera saya menelpon nomor yang Yunita berikan, setelah berkali-kali dicoba ahirnya ada jawaban dari sebrang, setelah kusebutkan namaku entah mengapa ibuku sendiri yang menjawabnya, jarak rumah ibu Yunita dan rumah ibuku tidak begitu jauh hanya beberapa meter saja. dan ketika aku tanya ibu sedang ada dimana,? Ia bilang sedang ada dirumah. Ketika aku jelaskan lagi tentang nomor yang sedang aku hubungi ibuku menjadi gugup.dan ibuku menjawabnya dengan bingung, terdengar bisik-bisik mereka, ketika ibu bertanya” piye iki aku kudhu ngomong opo.?[ bagaimana ini aku harus ngomong apa?] Tanya ibuku pada mereka.
Langsung saja aku pun bertanya, ada apa dengan anaknya Yunita.?kenapa Ibu ada dirumah Yunita apa yang sedang terjadi Bu? tanyaku pada ibuku. Dengan gagu ibuku bilang tak terjadi apa-apa anak Yunita sudah sehat dan dibawa pulang semalam tapi masih belum mau bicara dengan siapa saja,  pasal ia baru sadarkan diri kondisinya masih lemah. Ucap ibuku memberi jawaban.
Dengan segera saja aku kabarkan berita ini ke Yunita, namun Yunita malah kian tak percaya, ia bilang Bayu masih di rumah sakit ketika ia menelpon jam 6 pagi tadi bagaimana mungkin kalau sekarang Bayu telah dibawa pulang.
Iya memintaku untuk menelpon siapa saja yang kukenal yang tahu keberadaan bayu, seorang teman dekatnya Yunita di kampung itu pun telah kuhubungi, ia bilang Bayu tak apa-apa dan sebaiknya menelponnya nati saja karena saat ini ia sedang berada diladang, ucapnya.
Sekali lagi, aku beritahukan kabar ini pada Yunita, bahwa anaknya tak terjadi apa-apa. Namun Yunita tak percaya karena setiap dia telepon keluarganya bilangnya besok saja nelpon Bayu masih belum mau bicara.
Tangis Yunita kian tak tertahan dan kian tak bisa ia tahan, detik-detik itu juga ia tak pernah mau mendengar dan sanggup untuk menunggu hingga hari besok, Yunita
terus menelpon dan terus menelpon. Hingga yang menjawab teleponnnya hanya bisa menangis dan menangis, ibu, kakak, adik, paman, bibi, semua menangis dalam menjawab teleponnya, hingga tetangga rumah yang melihat mereka sesusahan berbicara mengambil alih untuk menjawab telepon Yunita, ia bilang Bayu tak bisa di momong lagi. Yunita jatuh bersama hpnya yang jatuh.
Sementara aku sebagai sahabat dan tetangganya tak pernah percaya bahwa Bayu anak Yunita telah tiada. Yang aku tahu mereka semua mengabarkan padaku bahwa Bayu tak apa-apa, ibuku, kakakku, dan sahabat-sahabatku mereka bilang Bayu baik-baik saja.
Penasaran dengan berita yang di kabarkan Yunita bahwa anaknya telah pergi aku pun mengubungi lagi sahabatku yang ada dikampung, tapi ia tak pernah menjawab telepon lagi, aku sms pun ia tak membalas lagi, aku hanya ingin menanyakan bahwa apakah Bayu telah benar-benar pergi? Sahabatku itu tak pernah mau membalas, hingga satu kalimat pemastian pun aku coba kirimkan; kalau kau tak membalas pesanku berarti semua berita itu benar. Sahabatku pun masih tak membalas.
Aku masih tak bisa percaya bahwa Bayu anak sahabatku itu telah pergi untuk selama-lamanya, yang aku tahu ketika Yunita pulang dari Indo hanya tentang Bayu lah yang ia ceritakan padaku sebagai oleh-oleh tentang kebanggaannya karena ia melihat anaknya yang sudah tumbuh besar. Tapi hari ini aku mulai menitikkan air mata tepat dihari kelima Bayu telah pergi, dan ternyata keberadaan Ibuku di tempat Yunita adalah sedang melayat mengurus jenazah Bayu yang aka di makamkan. Ku paksa air mata ku untuk pergi, dan ku paksa jemariku menari untuk mengabadikan kisah tentang Bayu yang Mati karena rindu, rindu kepada ayah rindu kepada ibu.
Selamat jalan Bayu.., 


Taipei City 12/12/12

oleh Lissa Alissa



[1] Di ikat badannya/ mengunci tubuh orang supaya tak bisa bergerak atau lari.

1 komentar: