Cinta Dan Air Mata
Kata-kata ayah dan ibu menyapa relung kalbu
Dewi, lembut tapi menusuk. Tak kuasa menahan rasa ia tersungkur dihamparan
sajadah kecilnya. Cerai..? Adalah hal yang tak pernah terpikir bahkan terlintas
dibenaknya setelah pernikahannya yang baru satu bulan. Wajah yang orang bilang
cantik kini tampak sendu bermuram durja, Karena tak kuasa tangis pun pecah
diruang kamarnya. Dewi mencoba menguasai dirinya dengan menutupi wajahnya untuk
membendung luapan sunami air mata. Menolak keinginan orang tua adalah hal yang
tak termaafkan. Bercerai adalah hal yang sangat dibenci oleh Tuhan. Dewi
dihadapkan oleh dua pilihan yang sulit.
Beduk magrib menggema dikampung Mengandung
sari, dan getarannya merambat keseluruh cakrawala. Dewi pun beranjak mengambil
air wudhlu, Hari ini Dewi tak seperti hari sebelumnya, biasanya Ia menunaikan
sholat magrib berjamaah dimasjid. Namun Dewi kali ini memutuskan untuk sholat
dirumah saja. Digelarnya kain bersih dilantai kamarnya,dan sebuah syajadah
kecil diteparkan diatas kain itu. Do`a khusuk terucap oleh Dewi setelah azan
berkumandang. Setelah selesai menunaikan sholat magrib dan mengahiri do`anya,
Dewi mengusap wajahnya dengan kedua belah tangannya, tangan yang halus enggan
dia lepaskan dari wajah yang nyaris tertutupi.
Terdengar lembut namun jelas, bunyi dari
suara Hp menerima sebuah pesan. Dewi menarik tangannya dan melirik pada Hp yang
dia letakkan disamping sajadah. Dewi meraihnya dan buru-buru mata hitam itu
membuka pesan untuk dibacanya. Ibu....? Alis yang mencuat, mata yang disipitkan
dan tanpa melewatkan satu karakter sekalipun Dewi membaca pesan dari ibunya.
“ Nduk......pulanglah..
Ada hal penting yang
harus dibicarakan, ini tentang suamimu.
Suamimu itu ternyata
orang yang tidak bener
Bercerai darinya itu
adalah yang terbaik nduk
Sebelum kau terlambat
menyadari dan menyesal nanti.
“
Bercerai...........???????
“ Subhanalloh....., apa
aku tidak salah membaca sms dari ibu ini....?? Dengan perasaan tidak percaya
Dewi berkali-kali membaca dan mengecek dari siapa pengirimnya.
“ Bener ibulah pengirimnya, Ya Alloh...apa
yang sebenernya terjadi kenapa ibu dan ayah tiba-tiba menginginkan aku bercerai
dengan MasRobert? Bahkan pernikahan kami
pun belum sempat satu bulan. Subhanalloh...” Tak kuasa menahan rasa, Tangis
dewi pecah diruangan itu. Seakan kebahagiaannya kini telah terenggut oleh pesan
dari ibu, Dewi mencoba menguasai dirinya dengan membungkam mulutnya rapat-rapat
dan meraih syajadah kecilnya untuk
membendung sunami air mata dan seraya bersujud.
Dalam tangis Dewi berkata dan berdo`a, “Ya
Alloh....apa kesalahan hamba hingga kau tempatkan hambamu ini pada pilihan yang
sulit. Ya Alloh....jujur aku belum bisa menerima permintaan dari ibu. Tunjukan
keaggunganmu Ya Alloh agar aku mengerti dengan apa yang telah sebenarnya
terjadi.
Wajah sendu bermuram durja, merembab lembab
penuh dengan guratan air mata yang masih sesekali menetes, ketika ingatannya
mereplay kembali saat bahagia yang baru Dewi dapatkan bersama Robert. Janur
kuning saat pernikahan pun belum mengering sudah dihadapkan pada kata-kata
cerai. Terasa pilu Dewi menikmati kisahnya.
Malam semakin larut, Dewi masih terpaku
dikamarnya, disebuah kamar tempat tinggal yang jauh dari orang tuanya. Sesekali
Dewi membaca sms itu lagi, berharap kalau-kalau kalimat itu salah, atau orang
salah kirim. Namun tulisan dan mata Dewi tidak pernah salah. Kalimat itu memang
benar ibu Dewi sendirilah pengirimnya. Ia tak tahu harus berbuat apa, membalas
balik sms dari ibu sepertinya Dewi tak kuasa.
Waktu sudah menunjukan jam 00:1, Robert pun
belum pulang. Pulang pagi dan bahkan mabuk berat kini telah menjadi
kebiasaannya. Bila Dewi bertanya Ia selalu enggan untuk memberikan alasan, dan
meminta Dewi untuk tidak ikut campur dalam urusannya. Walau pun dalam keadaan
begitu Robert tak pernah marah atau berkata kasar terhadap Dewi.
“ Mas....kenapa mas
berubah, berubah menjadi seorang pemabuk yang tak pernah aku kenal sebelumnya?
Tanya Dewi menyelidik, sambil berfikir apakah mas Robert telah tahu semuanya,
telah tahu tentang keinginan ibu yang menginginkan kami untuk bercerai, gunam
Dewi dalam hati.
“Dek....., kau tak usah
perdulikan itu, buatku kau menjadi istriku yang baik aku sudah bahagia sekali,
karena itu adalah niatku mengapa aku menikahimu., Mendengar ungkapan Robert
Ahmad, muka Dewi menjadi memerah, mungkinkah Mas Robert telah tahu semuanya,
atau dia sengaja menyembunyikan sesuatu dariku.Tanya Dewi dalam hati.
“ Kenapa dek..
sepertinya kau kaget mendengar kata-kata dariku..?
“ Tidak mas...aku hanya
tak mengerti dengan prilakumu yang tiba-tiba sering pulang mabuk, Apa yang
membuatmu demikian Mas..? apakah aku telah membebani hidupmu?
“ Dek...kau tak usah
berfikir yang tidak-tidak ok.., ini adalah kebiasaan ditempat kerja,
teman-teman pada minum, gak enakkan bila aku tolak tawaran mereka.”
“ Tapi setidaknya mas
bisa menghindarinya kan, dengan alasan mas gak bisa temenin mereka atau mas
sedang aja urusan lain jadi mas gak perlu ditunggui dan ditawari minum.”
“ Dek.., kamu itu gak
tahu keadaannya gemana kalau ditempat kerja, sudahlah gak usah dibahas lagi,
aku tahu kok dengan apa yang aku lakukan.
Hatiku sedikit lega karena mas Robert
sepertinya tak mengetahui permasalahanku dan Ibu yang menginginkan kami cerai,
tapi hatiku separuh merasa jengkel sebab mas Robert sepertinya menolak
nasehatku supaya dia menjauhi minuman haram itu dengan alasannya yang gak aku
mengerti.
“ Assalamualaikum...’
suara seorang perempuan mengucap salam sambil mengetuk pintu rumahku.
“ Waalaikumsalam, Mbak
ini siapa ya? Tanyaku penasaran dengan wanita dihadapanku.
“ Namaku Mela, mas
Robert ada?
“ Maaf mbak mas Robert
lagi keluar kerja, ada urusan apa ya mbak?
“ Kamu ini siapa,
istrinya ya..? Tanya mela padaku.
‘ Iya Mbak saya
istrinya, maaf mbak ada penting dengan suami saya?
‘” Nama kamu Dewi
bukan?
“ Iya mbak, mbak tahu
nama saya dari mana?
“ Itu gak penting, asal
kamu tahu aja ya Dewi, Mas Robert itu adalah suamiku, dan anak yang bersamaku
ini adalah anak kandungnya.”
“ Hah..! apa saya gak
salah denger mbak?! Mas Robert sudah punya istri sebelum menikah dengan saya?
Ya Alloh..., mendadak kepalaku pusing dan pandangan mataku berkunag-kunang, dan
aku tak ingat lagi.
Ketika ku tersadar, mas Robert sudah
disampingku, dan aku menemukan diriku berbaring diranjang kamarku.
“ Dewi, kamu tidak
apa-apakan.? Suara lirih mas Robert.
‘ Tak terasa air mataku
kembali menetes, dan aku hanyut dalam tangisan.
“ Maafkan aku Dewi,
bila aku tak pernah jujur padamu, tapi demi tuhan aku mencintaimu. Dan hari ini
kamu harus tahu semua Dewi, walau sepenggalnya kamu telah tahu. Benar adanya
wanita yang bernama Mela yang datang menemuimu tadi pagi adalah istriku,
maafkan aku bila aku tidak menceritakan ini sebelumnya padamu. Aku tahu hatimu
sangat kecewa dan sakit hati padaku. Tetapi karena sifat Mela yang dulu pernah
selingkuh dengan sahabatku, yang membuatku ingin menikahi wanita sepertimu.
wanita yang ku damba dalam hidupku yang mampu mempertahankan kehormatan suami.
Dengan kekecewaan dulu aku meninggalkan Mela dan anakku, dan aku menikah
denganmu, tanpa sepengetahuan Mela. Kini Mela datang padaku dan menginginkan
kami kembali bersatu menjadi keluarga seutuhnya.”
“ Kenapa Mas begitu
kejam, kau jadikan aku sebagai pelarian cinta. Tidak sadarkah Mas dengan apa
yang telah Mas lakukan itu telah menyakiti hatiku. Sumpah mas.., hatiku sakit.
Sakit karena Mas, yang telah mendustaiku.”
‘ Dewi, maafkan aku,
sekarang terserah padamu, aku telah salah Dewi, aku terima saja akan
keputusanmu selanjutnya, kau pun boleh menghukumku, aku pasrah Dewi. Bila kau
ingin memenggal kepalaku hari ini, aku pun siap.”
Aku tak mampu berucap apa, hari-hariku
dipenuhi dengan kebisuan, Mas Robert selalu melihat-lihat keadaan bila ingin
berbicara denganku, apakah aku mau diajak bicara atau tidak.
“ Assalamualaikum..”
suara yang tak asing terdengar dari balik pintu.
“ Waalaikumsalam..;
Ibu..! Ibu..,” Tangisku pecah didekapan Ibu.
“ Hoalah nduk gemana kabarmu, Ibu kangen..,kamu baik-baik sajakan?
Ibu tunggu-tunggu kamu kok gak pulang-pulang jadi Ibu putuskan untuk
menjengukmu kemari saja.”
“ Maafkan saya Bu..,
bila saya belum sempat pulang.”
“ Nduk.., bagaimana
hubunganmu dengan Nak Robert, Ibu sarankan sebaiknya..
“ Maaf Bu.., sepertinya
saya tidak bisa, karena saya telah hamil Bu., saya tidak mungkin bercerai dalam
keadaan hamil .” Aku telah berbohong terhadap ibu, supaya Ibu tidak lagi
membahas soal perceraian, disaat hati dan perasaanku sedang kacau. Karena aku
telah dihadapkan pada dua pilihan yang benar-benar sulit, yang sangat dibenci
oleh Tuhan. Aku tidak ingin salah dalam mengambil keputusan. Ibu pun terkejut
dan tidak mampu berkata lagi perihal perceraian.
Seminggu
ibu telah tinggal bersamaku, saat ibu pamit untuk pulang aku melihat raut wajah
ibu yang sulit untuk-ku artikan, kekecewaan ibu mungkin masih tersimpan dihati,
karena rumah tanggaku yang menurut ibu harus disudahi dengan jalan cerai, kini
juga dihadapkan pada dua pilihan yang sulit, karena kehamilanku.
Aku
mendapati sikap yang aneh pada Mas Robert yang baru pulang kerumah, tampak
kusut dengan dua tangan menyangga dikepala ,belum sempat aku menyapa dengan rasa
penasaran yang ingin aku ungkapkan, suara Mas Robert memecah dikeheningan, yang
membuatku terdiam tanpa nafas.
“ Dewi, maafkan aku
bercerai itu mungkin lebih baik bagi kita.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar